Minggu, 28 April 2013

KISAH CERITA BISNIS TERBAIK


Seorang usahawan muda di Banten mempunyai 1 juta dollar AS atau setara dengan 9,4 miliar. Dia bingung untuk investasi kemana. Kalau deposito dan sebutlah ia akan mendapat bunga 4 persen, setahun uangnya bertambah Rp 376 juta juta atau Rp 31 juta per bulan. Cukup enak. Namun, bukan wataknya menyimpan uang di bank. Ia lebih suka bertarung dilapangan.
Kepada ayahnya yang seorang usahawan komponen otomotif, anak muda itu minta saran. Ayahnya berkata, “Mantapkan hatimu. Masuklah ke bisnis yang kamu sukai dan benar-benar kuasai. Jangan terombang-ambing. Jangan silau kemajuan usahawan lain. Putuskan, dan lupakan !”
Anak muda ini terkesiap oleh ucapan ayahnya. Ia kemudian menimbang lagi. Kalau membangun hotel bintang dua, ia mendapatkan dua hotel dengan masing-masing di atas 50 kamar. Jika hotel selalu “hampir penuh” dan dikelola dengan baik, ia bisa berharap modal kembali kurang dari empat tahun. Ia tinggal menghitung laba.
Kalau membuka kafe waralaba asing, ia bisa memperoleh setidaknya 9 kafe kelas satu. Ia masukkan ke mal dan bayar sewa. Kalau berjalan mulus, investasi bisa balik dalam tiga tahun. Jika gagal ? Terombang-ambing, ia ingat akan nasihat ayahnya. Masuk ke bisnis yang ia kuasai benar. Dan bisnis itu adalah perminyakan. Selama delapan tahun terakhir, ia bekerja di sebuah perusahaan minyak bumi. Maka, ia tetapkan hati masuk ke minyak.
Berdasarkan izin legal yang ia peroleh, ia gunakan uangnya untuk “mencari sumur minyak” di Pulau Sumatera. Menurut hitungan sederhana, kalau beruntung, pencarian pertama saja sudah bisa menemukan sumur minyak. Pada eksplorasi pertama, tidak ditemukan apa-apa. Ia tidak terpukul. Pada eksplorasi ke delapan, ditemukan sumur minyak, tetapi tidak layak. Ongkos eksplorasi malah lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan minyak. Di sini ia berdebat. Terus apa tidak ? Uangnya hanya cukup untuk dua kali lagi pencarian minyak lagi. Kalau hasilnya nihil ?
Pada titik amat kritis ini, ia teringat kembali nasihat ayahnya. Putuskan dan lupakan. Ia putuskan untuk terus mencari. Lupakan, agar ia tidak menyesal kalau seluruh hasilnya buruk. Pada pencarian kesembilan, kembali timnya gagal. Pada kesempatan terakhir, usahawan ini bisa tersenyum. Timnya menemukan sumur minyak. Tidak besar, “hanya” 10.500 barrel per hari. Ia sujud syukur. Kini ia bisa membangun perusahaan ritel, beberapa kafe, restoran yang laris, dan membeli saham sebuah bank swasta nasional.

WANITA KARIER BISA BERPERAN GANDA


Sekarang ini banyak sekali kita jumpai wanita yang berperan ganda sebagai wanita karier dan ibu rumah tangga. Ada beberapa alasan yang mendorong wanita untuk menjalaninya. Peran ganda ini tidak dapat dihindari karena kebutuhan hidup tidak bisa terpenuhi bila hanya suami yang bekerja. Selain alasan tersebut, emansipasi di zaman modern ini juga memberi ruang yang lebih luas bagi para wanita untuk mendapatkan peluang sehingga dapat bersaing dengan kaum pria. Wanita yang bekerja di luar rumah juga masih berperan sebagaimana ibu rumah tangga, baik sebelum berangkat kerja maupun setelah pulang kerja.
Bagi para suami-istri yang bekerja dengan penghasilan yang mapan dan tinggi, tentu tidak perlu repot dengan segala macam urusan rumah tangga, seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, membereskan rumah, dan menjaga anak-anak. Sebab, semua bisa diserahkan kepada pembantu rumah tangga. Tapi, bagi mereka yang berpenghasilan pas-pasan, tentunya tidak demikian. Semua pekerjaan harus diselesaikan sendiri. Syukur-syukur punya suami yang pengertian, sehingga bisa di ajak berbagi pekerjaan rumah tangga.
Untuk wanita karier yang terpisah dari sang suami yang bekerja jauh di luar kota, tentunya perjuangan hidup ini terasa lebih berat. Semakin harus dihadapi sendiri sekaligus berfungsi sebagai single parent juga buat anak-anaknya. Dibutuhkan kematangan jiwa dan kesabaran luar biasa untuk menjalani peran seperti ini. Berbisnis juga bisa menjadi pilihan alternatif yang tepat bagi wanita. Tidak hanya wanita yang masih single yang bisa merintis usaha untuk meningkatkan taraf ekenomi keluarganya. Seorang wanita yang sudah berumah tangga juga mempunyai potensi yang besar untuk menjalankan bisnis selain berperan sebagai seorang istri dan ibu dikehidupan rumah tangganya. Dewasa ini, dari segi jumlah, fenomena wanita karier makin meningkat dan merata dibelahan penjuru Tanah Air.
Setidaknya ada empat alasan yang menjadikan jumlah wanita karier meningkat. Diantaranya, keinginan untuk menambah penghasilan keluarga, keinginan untuk mempunyai bisnis sampingan, keinginan untuk meninggalkan pekerjaan, dan keinginan untuk menginvestasikan atau menambah modal. Selain itu, faktor bosan dari rutinitas rumah tangga juga menyumbang angka pertumbuhan wanita karier. Sehingga untuk menghilangkan kejenuhan ini, para wanita memiliki bisnis sampingan pada kegiatan sehari-harinya.
Mereka berharap mempunyai kegiatan lain untuk mengatasi kejenuhan mereka. Apalagi, bagi wanita yang mempunyai skill dan pengalaman dari pekerjaan sebelumnya. Kenyamanan dan faktor hobi tidak dipungkiri menyumbang kesuksesan wanita dalam memulai kariernya. Setelah mengetahui beberapa latar belakang ini, beberapa jenis karier yang coco untuk wanita yang ingin merintis usaha, misalnya memulai bisnis melalui media internet. Bisnis ini dirasa tepat karena mobilitas wanita cukup sibuk dengan berbagai tuntutan pekerjaan inti sebagai ibu rumah tangga. Alasan lainnya, karena bisnis internet tergolong mudah, praktis, dan cepat. Hanya dengan menggunakan akses internet, mereka bisa dengan leluasa menjalankan bisnisnya sembari mengerjakan tugas sehari-hari.
Selain internet, jenis bisnis lain yang juga cukup digandrungi adalah multilevel marketing (MLM). Pilihan ini dikira cukup tepat karena tidak menyita banyak waktu dan bisa dilakukan dimana saja. Dengan menjalankan beberapa referensi  bisnis untuk wanita karier ini, mereka tidak akan merasa jenuh lagi dengan pekerjaan dan mereka juga akan mendapatkan keuntungan yang lebih dari bisnis baru mereka.

PAJAK KEKAYAAN



Hanya ada dua hal yang pasti didunia ini yakni : Kematian dan Pajak. Di Indonesia, kewajiban membayar pajak sudah diterima luas masyarakat. Dengan sosialisasi yang baik, pendataan yang lengkap, pengaturan hukum yang tegas, dan penggunaan dana pajak yang benar tidak dikorupsi seperti kasus Gayus Tambunan cs (boleh disebut), jumlah wajib pajak (WP) yang saat ini baru sekitar 23 juta akan terus meningkat. Kontribusi pajak terhadap pembangunan terus meningkat dan kini sekitar 70% pendapatan APBN berasal dari pajak.
Pemerintah telah menargetkan bahwa penerimaan pajak untuk tahun 2013 ini akan ditargetkan sekitar Rp 1.200 triliun. Target ini merupakan target yang sulit dan tidak mudah untuk dicapai. Pemerintah telah menyiapkan persiapan-persiapan dan rencana-rencan untuk merealisasikan akan target tersebut dengan merencanakan perluasan dan intensifikasi penerimaan pajak. Salah satu akan langkah terhadap intensifikasi penerimaan pajak tersebut salah satunya adalah rencana “Pajak Kekayaan”, khususnya pajak atas kepemilikan saham.
Yaah,, tentunya rencana ini kalau diartikan dan disentil secara halus tentunya akan menyinggungkan bagai sebuah rencana yang membunuh “angsa bertelur emas” tentunya dalam hal ini adalah bagi pelaku dan pemilik kalangan pasar modal. Bukan telurnya yang diambil, melainkan angsanya yang dibantai. Karena dengan alasan pemerintah tidak mencapai target pada tahun sebelumnya, pemerintah berencana menghidupkan kembali pajak yang sudah dihapus tahun 1983 karena bertentangan dengan filosofi pajak dan kontraproduktif terhadap upaya perluasan basis pemodal lokal.
Sebenarnya kita tidak patut menyalahkan pemerintah, dan tentunya tidak salah masyarakat menilai pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kalap. Dengan hal alasan, penerimaan pajak hingga pertengahan Desember 2012 sekitar Rp 794 triliun atau 90% dari target. Tahun lalu, 2011 terealisasi pajak juga dibawah target.
Pajak kekayaan merupakan termasuk jenis pajak yang telah dihapus melalui UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada setiap penambahan ekonomis. Yang dipajak bukan deposito, melainkan bunga deposito. Yang dikenakan bukan nilai kapitalisasi saham, melainkan capital gain. Jika capital gain tidak direalisasikan, pajak tidak dikenakan.
Sungguh sangat tidak adil jika yang menjadi objek PPh adalah capital again meski keuntungan itu tidak direalisasikan. Jika pada saat harga saham melesat dikenakan PPh waktu si pemilik tidak direalisasikan sebagian keuntungan, bagaimana saat harga saham menurun dan si pemilik didera capital loss ? Hal ini yang membuat pemodal geram.
Pemerintah mungkin gemas melihat meningkatnya orang kaya atau mereka yang berkategori high net worth individual (HNWI).
Sebagian dari para HNWI memiliki portofolio saham hingga triliunan rupiah. Pajak hanya dibayarkannya saat menerima dividen dan merealisasikan capital gain. Pajak dividen tidak signifikan. Sedang pajak capital gain tidak ada selama saham tidak dijual atau keuntungan tidak direalisasikan.
Mengenai alasan pemerintah dalam merencanakan pajak kekayaan salah satunya adalah dengan praktik di sejumlah negara maju. Sebagai bagian dari ekonomi global, Indonesia seharusnya sudah menerpkan pajak kekayaan atas saham. Sepintas, alasan ini merupakan alasan yang kelihatan besar.
Jumlah wajib pajak (WP) dinegara itu sudah optimal, pasar modal dinegara maju sudah matang. Sedangkan berbicara Indonesia, jumlah WP masih kecil dan dari jumlah itu hanya sebagian yang membayar pajak dengan benar serta pasar modal Indonesia baru bertumbuh. Penerapan pajak kekayaan sungguh sangat menimbulkan potensi pajak berganda (double taxation) dan memicu pelarian modal (capital flight), serta kontraproduktif terhadap upaya pemerintah menggenjot investasi, terutama nvestasi portofolio di pasar saham.
Kebijakan ini juga menunjukkan DJP tidak kreatif  menggali sumber-sumber basis pajak baru melalui program ekstensifikasi. Data DJP menunjukkan, WP pribadi hanya 20,8 juta, padahal jumlah kelas menengah dengan pendapatan setahun di atas Rp 25 juta di atas batas pendapatan tidak kena pajak sudah sekitar 50 juta, perusahaan menengah 50.000, dan perusahaan besar sekitar 5.000. tapim WP badan baru 2 juta lebih, ini yang mesti menjadi sasaran DJP.
Pengenaan PPh atas kekayaan bisa saja menaikkan penerimaan pajak dalam jangka pendek, tapi dalam jangka menengah dan panjang justru merugikan dengan alasan sebagai berikut :
Pertama, pemegang saham pengendali akan menghambat kenaikan harga saham. Jika itu terjadi, pemegang saham minoritas individu maupun lembaga seperti dana pensiun dan asuransi akan kehilangan insentif untuk memperbanyak portofolio saham.
Kedua, penerapan pajak kekayaan akan menghambat upaya perluasan basis pemodal lokal. Saat ini, jumlah pemodal individu lokal baru sekitar 350.000. ditambah pemegang unit reksadana, pemodal yang tercatat di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) masih kurang dari satu juta. Pasar saham yang tangguh hanya mungkin bisa diarah jika investor lokalnya dominan.
Ketiga, kebutuhan dana investasi tidak cukup dibiayai dengan dana APBN, perbankan, dan foreign direct investment (FDI). Pasar modal menjadi menjadi alternatif sumber pendanaan yang sangat penting dan kemajuan pasar modal sangat ditentukan oleh partisipasi pemodal lokal, lembaga maupun individu. Masih banyak alternatif yang bisa diambil DJP untuk mendongkrak penerimaan pajak dan menaikkan tax ratio yang saat ini masih di bawah 12%. Semakin banyak orang berduit membeli saham, semakin banyak perusahaan yang go public dan semakin mudah perusahaan terbuka mendapatkan dana untuk mengembangkan usaha sehingga banyak tenaga kerja terserap. Dengan pengembangan usaha dan laba yang meningkat, PPh badan akan membesar. Jika perusahaan maju, pajak yang dibayar karyawan pun meningkat.
Janganlah pemerintah membantai angsanya, melainkan cukup mengambil telur emasnya. Angsa perlu dibesarkan dan diperbanyak agar semakin banyak telur emas yang bisa diambil.