Jumat, 25 Oktober 2013

PENGETAHUAN KONSUMEN TENTANG PRODUK

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Perilaku konsumen merupakan sebuah studi tentang proses pengambilan keputusan pada individu, kelompok atau organisasi maupun masyarakat luas untuk menggunakan atau tidak terhadap suatu produk (barang, jasa dan ide). Proses pengambilan keputusan menjelaskan interaksi dinamis antara unsur-unsur (elemen) kognitif, efektif dan konatif atau psikomotorik; yakni dengan pendekatan satu arah (linier) maupun penetapan timbal balik (reciprocal deterministic).
Pemahaman perilaku konsumen bagi manajer pemasaran berperan sebagai dasar kegiatan penyusunan dan evaluasi strategi pemasaran (bauran pemasaran, segmentasi pasar, differentiation and positioning product) agar dapat mencapai target volume dan nilai pemasaran yang telah dicanangkan. Sedangkan bagi manajer produksi berperan sebagai dasar penetapan kualitas dan kuantitas yang berorientasi trend terkini yang disukai oleh konsumen. Bagi birokrat, analisis perilaku konsumen memainkan peran kritis dalam pengembangan (penetapan dan evaluasi) kebijakan publik yang menjamin rasa aman dan nyaman bagi konsumen. Adapun bagi konsultan peran kajian perilaku konsumen sebagai dasar memberikan pertimbangan solusi dan arah kebijakan di tingkat perusahaan maupun kebijakan publik. Bagi peneliti, menemukan dan menganalisis hal-hal baru dalam perilaku konsumen berdasarkan kaidah ilmiah sebagai bahan acuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang diimplementasikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

B.     Rumusan Masalah
Secara garis besar dalam makalah ini akan diangkat masalah-masalah yang sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah pengetahuan konsumen tentang produk.
2.      Apakah yang dimaksud dengan keterlibatan produk.
3.      Bagaimanakah mengetahui kebutuhan konsumen akan suatu produk.

C.    Tujuan Penulisan Makalah
Secara intisari dalam makalah ini akan diketahui tujuan penulisan adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui arti pengetahuan konsumen tentang produk.
2.      Mengatahui apa yang dimaksud dengan keterlibatan produk.
3.      Mengetahui cara kebutuhan konsumen akan suatu produk.























BAB II
PEMBAHASAN


A.    Arti Pengetahuan Konsumen
Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki oleh konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian.
Keterangan :
§  Pengetahuan konsumen adalah informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetrahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut.
§  Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar mengenai kelas produk yang disimpan dalam memori konsumen.
§  Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengani apa dan berapa banyak mengenai kelas produk.
§  Kelas produk adalah tingkat pengetahuan produk yang paling luas, yang meliputi beberapa bentuk, merek atau modal.

Menurut Peter dan Olson (1999) membagi 3 jenis pengetahuan produk yaitu :
1.      Pengetahuan atribut produk (atribut fisik : deskripsi ciri fisik produk; atribut abstrak : deskripsi karakteristik subjektif produk).
2.      Pengetahuan manfaat produk :
§  Manfaat fungsional : manfaat yang dirasakan konsumen secara fisiologis. Contoh : minum teh sosro akan menghilangkan rasa haus.
§  Manfaat psikososial : aspek psikologis (perasaan, emosi dan mood) dan aspek sosial (persepsi konsumen terhadap bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya) yang dirasakan konsumen setelah mengonsumsi suatu produk.
3.      Pengetahuan tentang kepuasan yang diberikan produk bagi konsumen
§  Konsumen merasakan bukan hanya manfaat positif saja tetapi merasakan juga manfaat negatif adapun contoh sebagai berikut :
ü  Konsumen tidak merokok untuk memperoleh manfaat positif yaitu kesehatan jasmani yang lebih baik sedangkan konsumen yang merokok kesehatan jasmani kurang baik.
§  Persepsi resiko adalah konsumen seringkali merasakan manfaat negatif tersebut berdasarkan kepada persepsinya mengenai manfaaat tersebut.
§  Persepsi resiko dibagi dalam 7 macam yaitu :
ü  Resiko fungsi (resiko karena produk tidak berfungsi yang diharapkannya).
ü  Resiko keuangan (resiko kesulitan keuangan yang dihadapi konsumen setelah membeli suatu produk atau jasa).
ü  Resiko fisik (dampak negatif dari konsumen setelah menggunakan suatu produk).
ü  Resiko psikologis (konsumen mengkonsumsi, membeli atau menggunakan produk dengan perasaan, emosi, atau ego).
ü  Resiko (konsumen meminta pendapat orang sekelilingnya dalam membeli atau mengkonsumsi suatu produk).
ü  Resiko waktu (waktu yang sia-sia yang akan dihabiskan konsumen karena mengkonsumsi atau mebeli produk / jasa).
ü  Resiko hilangnya kesempatan (kehilangan kesempatan untuk melakukan hal lain karena konsumen menggunakan mebeli suatu produk / jasa).

B.     Pengetahuan Produk
Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminology produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai produk (Sumarwan, 2002).
Konsumen memiliki tingkatan pengetahuan produk (levels of product knowledge) yang berbeda, yang dapat dipergunakan untuk menerjemahkan informasi baru dan membuat pilihan pembelian. Tingkatan pengetahuan dibentuk ketika seseorang mengkombinasikan beberapa konsep arti ke dalam kategori pengetahuan yang lebih besar dan lebih abstrak (dilihat pada tabel 3 dan tabel 4).
Tabel 3. Tingkatan Pengetahuan Produk
Tabel 4. Contoh Tingkat Pengetahuan Produk
C.    Rantai Arti-Akhir Pengetahuan Produk
Konsumen dapat mengkombinasikan ketiga jenis pengetahuan produk untuk membentuk suatu jaringan asosiatif sederhana yang disebut rantai arti-akhir. Rantai arti-akhir (means-end-chain) adalah suatu struktur pengetahuan yang menghubungkan pengetahuan konsumen tentang ciri produk dengan pengetahuan konsekuensi dan nilai. Kita dapat menciptakan suatu arti-akhir yang lebih rinci dengan membagi tingkatan ciri, konsekuensi dan nilai ke dalam dua kategori :

Bagan 16.
Rantai Arti-Akhir Pengetahuan Produk
(Peter dan Olson, 1996)

Definisi keenam tingkatan dalam rantai arti akhir :
a)      Ciri nyata : Perwakilan kognitif karakteristik fisik produk. Dapat langsung diterima dan nyata. Contohnya harga.
b)      Ciri abstrak : Abstrak yang mewakili beberapa ciri nyata lainnya, subjektif dan tidak dapat diukur langsung.
c)      Konsekuensi fungsional : Konsekuensi nyata dan langsung penggunaan produk. Contohnya mudah penggunaannya.
d)     Konsekuensi psikososial : Konsekuensi psikologis dan sosial (bagaimana orang lain memandang saya) dari penggunaan produk. Contohnya orang memandang saya berbeda.
e)      Nilai instrumental : Model perilaku yang diinginkan atau konsekuensi penggunaan produk yang abstrak. Contohnya menjadi pusat perhatian.
f)       Nilai terminal : Status akhir yang diingiinkan atau konsekuensi penggunaan produk yang sangat abstrak. Contohnya harga diri.

D.    Keterlibatan Produk
Keterlibatan mengacu pada persepsi konsumen tentang pentingnya atau relevansi personal suatu objek, kejadian, atau aktivitas. Konsumen yang melihat bahwa produk yang memiliki konsukuensi relevan secara pribadi dikatakan terlibat dengan produk dan memiliki hubungan dengan produk tersebut.
Keterlibatan (involvement) adalah status motivasi yang menggerakkan serta mengarahkan proses kognitif dan perilaku konsumen pada saat mereka membuat keputusan. Contoh : konsumen akan membeli suatu produk serta menghabiskan lebih banyak waktu dan tenaga untuk berkunjung ke beberapa toko atau bertanya pada lebih banyak pramuniaga. Quesioner yang bisa diajukan ke konsumen untuk melihat tinggi rendahnya keterlibatan terhadap suatu produk, antara lain :
a.       Saya akan tertarik membaca mengenai jagung Bisi 1.
b.      Saya akan membaca artikel mengenai segala macam yang berhubungan dengan jagung Bisi 1.
c.       Saya telah membandingkan jagung Bisi 1 dengan jagung merk lain.
d.      Saya memperhatikan iklan jagung Bisi 1.
e.       Saya membicarakan jagung Bisi 1 ini dengan petani lain.
f.       Saya meminta nasehat pada petani lain mengenai keunggulan Bisi 1.
g.      Saya menghabiskan waktu lama untuk berkunjung ke kios-kios pertanian.

Keterlibatan tersebut mengacu pada persepsi konsumen tentang pentingnya atau relevansi personal suatu obyek atau kejadian atau aktivitas tertentu. Jika keterlibatan terhadap suatu produk tinggi, maka konsumen akan mengalami tanggapan pengaruh yang lebih kuat seperti emosi dan perasaan yang kuat. Walaupun pemasar sering memandang keterlibatan produk konsumen hanya tinggi-rendah, namun keterlibatan produk sebenarnya dapat berkisar dari tingkat :
§  Rendah           : Sedikit atau tidak ada relevansi
§  Moderat         : Ada relevansi yang dirasakan
§  Tinggi             : Relevansi sangat dirasakan
Tingkat keterlibatan konsumen dipengaruhi 2 sumber (Peter & Olson, 1996). Setiap sumber dapat mengaktifkan atau menciptakan rantai arti-akhir yang menghubungkan pengetahuan ciri produk pada kosekuensi dan nilai yang relevan secara pribadi. 2 sumber yang mempengaruhi keterlibatan antara lain :
1.      Relevansi pribadi intrinsik
Mengacu pada pengetahuan arti-akhir konsumen yang disimpan dalam ingatan, berdasarkan pengalaman masa lalu terhadap produk.
2.      Relevansi pribadi situasional
Ditentukan oleh aspek lingkungan fisik dan sosial yang ada di sekitar kita yang dengan segera mengaktifkan konsekuensi dan nilai penting sehingga membuat produk dan merk yang terlihat, relevan secara pribadi.

Bagan 18.
Konsep Keterlibatan
(Solomon, 2007)
Menurut Solomon (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan konsumen adalah faktor personal (kebutuhan, kepentingan, ketertarikan, nilai); faktor stimulus atau faktor obyek (Alternatif defferensiasi, sumber informasi dan isi dari komunikasi); faktor situasi (saat pembelian atau penggunaan, peristiwa). Sementara itu keterlibatan juga dapat melibatkan : periklanan, produk serta keputusan pembelian yang semuanya akan memberikan kemungkinan hasil dari keterlibatan yang dapat dilihat pada kotak terakhir dari bagan diatas.


Bagan 19.
Tingkat Keterlibatan dan Pengetahuan Produk
(Peter dan Olson, 1996)

Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. Penyebab munculnya motivasi karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Kebutuhan itu sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (uncomfortable) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan.

Bagan 20.
Model Motivasi
(Schiffman dan Kanuk, 2000)


Penjelasan model : Stimulus / rangsangan akan menyebabkan pengenalan kebutuhan. Pengenalan kebutuhan akan menyebabkan tekanan kepada konsumen sehingga adanya dorongan pada dirinya untuk melakukan tindakan yang bertujuan. Tindakan dalam perilaku konsumen misalnya adalah mencari informasi produk, mendatangi toko, membeli produk.


Teori Motivasi Mc Clelland
Tiga kebutuhan dasar yang memotivasi seorang individu untuk berperilaku antara lain :
a.       Kebutuhan sukses
§  Adalah keinginan manusia untuk mencapai prestasi, reputasi dan karier yang baik.
§  Memiliki kesamaan dengan kebutuhan ego dan aktualisasi diri.
b.      Kebutuhan afiliasi
Adalah keinginan manusia untuk membina hubungan dengan sesamanya, mencari teman yang bisa menerimanya, ingin dimiliki orang sekelilingya, dan ingin memiliki orang yang bisa menerimanya (kesamaan dengan kebutuhan sosial).
c.       Kebutuhan kekuasaan
Adalah keinginan seseorang untuk bisa mengontrol lingkungannya, termasuk mempengaruhi orang-orang di sekelilingnya. Kesamaan dengan kebutuhan aktualisasi diri.

E.     Kebutuhan Konsumen
Kebutuhan dapat dikategorikan sebagai kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah sesuatu yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan yang utama. Di samping kebutuhan primer juga ada kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan yang muncul setelah kebutuhan primer terpenuhi, yang biasanya adalah akibat dari reaksi konsumen terhadap lingkungan dan budayanya.
TEORI KEBUTUHAN
Kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen (felt need) bisa dimunculkan dari faktor luar konsumen seperti aroma makanan            orang jadi ingin makan, iklan dan komunikasi pemasaran        orang yang tidak rencana beli jadi membeli. Selain dari luar konsumen juga ada faktor dari dalam diri konsumen sendiri (fisiologis) atau innate needs misal rasa lapar, haus (makanan), air, udara, pakaian rumah atau seks. Kebutuhan ini juga disebut dengan primary needs dimana produk tersebut dibutuhkan untuk mempertahankan hidupnya.
Di samping kebutuhan primer juga ada kebutuhan sekunder/motif yaitu kebutuhan yang diciptakan (acquired needs) adalah kebutuhan yang muncul sebagai akibat reaksi konsumen terhadap lingkungan dan budayanya. Dimana kebutuhan ini bersifat psikologis karena berasal dari subjektif konsumen. Misalnya rumah adalah kebutuhan primer tapi karena ingin dipandang sebagai orang sukses dan mampu sehingga ia memilih lokasi dan bentuk rumah yang bergengsi.




























BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Perilaku (tindakan) adalah berorientasi tujuan (goal-oriented behavior). Artinya untuk memenuhi kebutuhannya, seorang konsumen harus memiliki tujuan akan tindakannya. Tujuan dibedakan kedalam tujuan generik (generic goals) yaitu kategori umum dari tujuan yang dipandang sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan.
Misalnya konsumen mengatakan ingin memiliki rumah, maka ia menyatakan tujuan generiknya. Rumah akan memberikan pelindungan fisik dan psikis / rasa aman kepada konsumen. Kedua adalah tujuan produk khusus (specific product goals) yaitu produk dan jasa yang dipilih konsumen sebagai tujuannya. Ketika konsumen menyatakan ingin membeli rumah dan lokasinya di Komplek Villa Duta Bogor, maka ia telah menyatakan specific product goals. Contoh lain ketika seseorang haus, ia mencari minuman (tujuan generic) maka produsen harus menawarkan jika anda haus minum teh botol sosro yang segar.

Kebutuhan yang diarasakan / felt needs seringkali dibedakan berdasarkan kepada manfaat yang diharapkan dari pembelian dan dan penggunaan produk. Pertama adalah kebutuhan utilitarian yang mendorong orang membeli produk karena manfaat fungsional dan karakteristik objektif dari produk tersebut. Misalnya obeng       memudahkan dalam membuka dan memasang kembali mur pada peralatan. Yang kedua kebutuhan ekspresive atau hedonik       psikologis seperti rasa puas, gengsi, emosi, dan perasaan subjektif lainnya. Misalnya konsumen yang sering memakai dasi di kantor. Dasi tidak memberikan manfaat fungsional tetapi memberikan manfaat estetika dan tuntutan sosial.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB USAHA TIDAK BERJALAN MAKSIMAL

Pilihan dalam melakoni sebuah usaha hanya dua, yaitu sukses atau gagal. Namun, untuk pengusaha yang tangguh, pilihannya menjadi sukses atau belum berhasil, karena mereka tidak mengenal kata gagal dalam kamus hidupnya. Tapi, sebatas semangat baja dan keyakinan saja tidak cukup mengantarkan kita kepada kesuksesan dalam berusaha. Pada bahasan kali ini kita ingin mengajak semua untuk sejenak mengoreksi kembali perjalanan usaha yang sudah berjalan hingga hari ini. Dan jika kita merasa hasil yang kita dapatkan belum maksimal atau belum sepadan dengan modal dan usaha yang kita lakukan, mungkin ada beberapa faktor yang terjadi seperti dibawah ini :
1.      Kemampuan Manajerial yang Tidak Handal
Menjalankan usaha atau bisnis tidak lepas dai peran pelakunya. Dalam hal ini kita sendri sebagai pemilik usaha. Dan sebagai pemilik usaha kemampuan manajerial mutlak harus kita kuasai. Karena dengan kemampuan tersebut kita bisa membuat strategi usaha yang baik, membuat rencana pengembangan, dan hal-hal lain yag berhubungan dengan fungsi manajerial untuk mengatasi hal ini, segera luangkan waktu kita untuk mengasah kemampuan seperti dengan mengkuti seminar, membaca buku, browsing di internet, atau pun berdiskusi dengan banyak orang. Banyak orang terjatuh bukan karena bodoh melainkan malas belajar.
2.      Kurang Menguasai Bidang Usaha yang Dilakoni
Jika kita mengalami hal ini, sama saja kita sedang menghambur-hamburkan modal usaha. Sebagai contoh, bagaimana outlet pulsa yang kita jalankan bisa maju jika kita sendiri tidak memahami apa saja produk pulsa yang bisa kita jual. Pemahaman bisnis atau bidang usaha yang diambil secara kontekstual sangat membantu arah, tujuan, misi, dan visi usaha.
3.      Pengelolaan Administrasi dan Keuangan yang Buruk
Pengelolaan administrasi dan keuangan yang buruk akan mempersulit majunya usaha. Pencatatan administrasi dan keuangan secara sembarang akan semakin memperburuk kondisi usaha karena tidak dapat membaca transaksi dan aktivitas yang telah terjadi. Pemasukan yang besar pun menjadi sia-sia tidak dikelola dengan baik. Jika pengelolaan ini tidak bisa dilakukan sendiri tidak ada salahnya meminta bantuan orang lain untuk melakukannya.
4.      Perencanaan yang Tidak Matang
Perencanaan menjadi faktor pertama dalam menentukan keberhasilan sebuah usaha. Tidak ada kesuksesan atau keberhasilan yang datang begitu saja. Semuanya berawal dari perencanaan yang matang. Tidak jarang perencanaan yang dibuat tidak berjalan karena yang kita buat adalah berdasarkan pengalaman orang lain tanpa disesuaikan dengan kondisi kita terlebih dahulu.
5.      Tempat Usaha Tidak Mendukung

Ada istilah tempat menentukan prestasi. Pernyataan tersebut benar adanya, apalagi hubungannya dengan dunia usaha atau bisnis. Banyak faktor yang mempengaruhi baik buruknya tempat usaha yang kita miliki. Sebagai contoh, kita tentu tidak ingin mendirikan usaha dilokasi yang rawan kejahatan. Kita juga tidak ingin mendirikan usaha ditengah-tengah masyarakat yang daya belinya tidak sesuai dengan harga jual produk kita. Tempat usaha sebisa mungkin dipelajari dulu keunggualan dan kekurangannya seperti budaya, karakter, strata sosial, pendapatan, selera, keamanan dan faktor lainnya.