Minggu, 28 April 2013

PAJAK KEKAYAAN



Hanya ada dua hal yang pasti didunia ini yakni : Kematian dan Pajak. Di Indonesia, kewajiban membayar pajak sudah diterima luas masyarakat. Dengan sosialisasi yang baik, pendataan yang lengkap, pengaturan hukum yang tegas, dan penggunaan dana pajak yang benar tidak dikorupsi seperti kasus Gayus Tambunan cs (boleh disebut), jumlah wajib pajak (WP) yang saat ini baru sekitar 23 juta akan terus meningkat. Kontribusi pajak terhadap pembangunan terus meningkat dan kini sekitar 70% pendapatan APBN berasal dari pajak.
Pemerintah telah menargetkan bahwa penerimaan pajak untuk tahun 2013 ini akan ditargetkan sekitar Rp 1.200 triliun. Target ini merupakan target yang sulit dan tidak mudah untuk dicapai. Pemerintah telah menyiapkan persiapan-persiapan dan rencana-rencan untuk merealisasikan akan target tersebut dengan merencanakan perluasan dan intensifikasi penerimaan pajak. Salah satu akan langkah terhadap intensifikasi penerimaan pajak tersebut salah satunya adalah rencana “Pajak Kekayaan”, khususnya pajak atas kepemilikan saham.
Yaah,, tentunya rencana ini kalau diartikan dan disentil secara halus tentunya akan menyinggungkan bagai sebuah rencana yang membunuh “angsa bertelur emas” tentunya dalam hal ini adalah bagi pelaku dan pemilik kalangan pasar modal. Bukan telurnya yang diambil, melainkan angsanya yang dibantai. Karena dengan alasan pemerintah tidak mencapai target pada tahun sebelumnya, pemerintah berencana menghidupkan kembali pajak yang sudah dihapus tahun 1983 karena bertentangan dengan filosofi pajak dan kontraproduktif terhadap upaya perluasan basis pemodal lokal.
Sebenarnya kita tidak patut menyalahkan pemerintah, dan tentunya tidak salah masyarakat menilai pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kalap. Dengan hal alasan, penerimaan pajak hingga pertengahan Desember 2012 sekitar Rp 794 triliun atau 90% dari target. Tahun lalu, 2011 terealisasi pajak juga dibawah target.
Pajak kekayaan merupakan termasuk jenis pajak yang telah dihapus melalui UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada setiap penambahan ekonomis. Yang dipajak bukan deposito, melainkan bunga deposito. Yang dikenakan bukan nilai kapitalisasi saham, melainkan capital gain. Jika capital gain tidak direalisasikan, pajak tidak dikenakan.
Sungguh sangat tidak adil jika yang menjadi objek PPh adalah capital again meski keuntungan itu tidak direalisasikan. Jika pada saat harga saham melesat dikenakan PPh waktu si pemilik tidak direalisasikan sebagian keuntungan, bagaimana saat harga saham menurun dan si pemilik didera capital loss ? Hal ini yang membuat pemodal geram.
Pemerintah mungkin gemas melihat meningkatnya orang kaya atau mereka yang berkategori high net worth individual (HNWI).
Sebagian dari para HNWI memiliki portofolio saham hingga triliunan rupiah. Pajak hanya dibayarkannya saat menerima dividen dan merealisasikan capital gain. Pajak dividen tidak signifikan. Sedang pajak capital gain tidak ada selama saham tidak dijual atau keuntungan tidak direalisasikan.
Mengenai alasan pemerintah dalam merencanakan pajak kekayaan salah satunya adalah dengan praktik di sejumlah negara maju. Sebagai bagian dari ekonomi global, Indonesia seharusnya sudah menerpkan pajak kekayaan atas saham. Sepintas, alasan ini merupakan alasan yang kelihatan besar.
Jumlah wajib pajak (WP) dinegara itu sudah optimal, pasar modal dinegara maju sudah matang. Sedangkan berbicara Indonesia, jumlah WP masih kecil dan dari jumlah itu hanya sebagian yang membayar pajak dengan benar serta pasar modal Indonesia baru bertumbuh. Penerapan pajak kekayaan sungguh sangat menimbulkan potensi pajak berganda (double taxation) dan memicu pelarian modal (capital flight), serta kontraproduktif terhadap upaya pemerintah menggenjot investasi, terutama nvestasi portofolio di pasar saham.
Kebijakan ini juga menunjukkan DJP tidak kreatif  menggali sumber-sumber basis pajak baru melalui program ekstensifikasi. Data DJP menunjukkan, WP pribadi hanya 20,8 juta, padahal jumlah kelas menengah dengan pendapatan setahun di atas Rp 25 juta di atas batas pendapatan tidak kena pajak sudah sekitar 50 juta, perusahaan menengah 50.000, dan perusahaan besar sekitar 5.000. tapim WP badan baru 2 juta lebih, ini yang mesti menjadi sasaran DJP.
Pengenaan PPh atas kekayaan bisa saja menaikkan penerimaan pajak dalam jangka pendek, tapi dalam jangka menengah dan panjang justru merugikan dengan alasan sebagai berikut :
Pertama, pemegang saham pengendali akan menghambat kenaikan harga saham. Jika itu terjadi, pemegang saham minoritas individu maupun lembaga seperti dana pensiun dan asuransi akan kehilangan insentif untuk memperbanyak portofolio saham.
Kedua, penerapan pajak kekayaan akan menghambat upaya perluasan basis pemodal lokal. Saat ini, jumlah pemodal individu lokal baru sekitar 350.000. ditambah pemegang unit reksadana, pemodal yang tercatat di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) masih kurang dari satu juta. Pasar saham yang tangguh hanya mungkin bisa diarah jika investor lokalnya dominan.
Ketiga, kebutuhan dana investasi tidak cukup dibiayai dengan dana APBN, perbankan, dan foreign direct investment (FDI). Pasar modal menjadi menjadi alternatif sumber pendanaan yang sangat penting dan kemajuan pasar modal sangat ditentukan oleh partisipasi pemodal lokal, lembaga maupun individu. Masih banyak alternatif yang bisa diambil DJP untuk mendongkrak penerimaan pajak dan menaikkan tax ratio yang saat ini masih di bawah 12%. Semakin banyak orang berduit membeli saham, semakin banyak perusahaan yang go public dan semakin mudah perusahaan terbuka mendapatkan dana untuk mengembangkan usaha sehingga banyak tenaga kerja terserap. Dengan pengembangan usaha dan laba yang meningkat, PPh badan akan membesar. Jika perusahaan maju, pajak yang dibayar karyawan pun meningkat.
Janganlah pemerintah membantai angsanya, melainkan cukup mengambil telur emasnya. Angsa perlu dibesarkan dan diperbanyak agar semakin banyak telur emas yang bisa diambil.

1 komentar:

  1. Bpk.DR.SULARDI. MM beliau selaku DEPUTI BIDANG BINA PENGADAAN, KEPANGKATAN DAN PENSIUN BKN PUSAT,dan dialah membantu kelulusan saya selama ini,alhamdulillah SK saya tahun ini bisa keluar.Teman teman yg ingin seperti saya silahkan anda hubungi bpk DR.SULARDI.MM Tlp; 0813-4662-6222. Siapa tau beliau mau bantu

    BalasHapus