Selasa, 12 Februari 2013

SEJARAH PMII



Bukti sejarah telah menempatkan mahasiswa dan pemuda sebagai kelompok strategis untuk transformasi pembebasan sosial. Keberanian pemuda dan mahasiswa untuk perubahan Indonesia dimulai saat kolonialisme Belanda di Indonesia.
Desember 1955 IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama) didirikan di Jakarta atas peloporan Wail Haris Sugianto. Di Surakarta beberapa mahasiswa NU yang dimotori Mustahal Ahad mendirikan Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU). Berdirinya organ mahasiswa NU ingin menjawab pelitnya problematika bangsa. Yakni carut marut atmosfer perpolitikan bangsa Indonesia yang dipimpin Soekarno (1950-1959).
NU kemudian memisahkan diri dari Masyumi, mahasiswa NU juga meninggalkan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) karena merasa tidak nyaman dengan organ tersebut. HMI dirasa lebih dekat dengan tindakan politik praktis Masyumi.
Mahasiswa yang berideologi ahlu sunnah wal jama’ah berkeinginan kuat mendririkan wadah sendiri untuk menyalurkan aspirasi dan mengembangkan potensi mereka. Tidak mengandalkan HMI atau organ kemahasiswaan lain. Nalar kritis mahasiswa NU semakin bergejolak melihat carut marut Indonesia sehingga ingin menjadi diri sendiri, berjuang demi perubahan mendasar Agama dan Bangsa Indonesia.
Namun awal berdirinya organ ekstra kemahasiswaan NU ini ditentang keras pimpinan pusat IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) dan Pengurus Besar NU. Awalnya IPNU baru berdiri 24 Februari 1954 di Semarang dan menganggap berdirinya IMANU dan KMNU sangat tergesa-gesa. Jumlah mahasiswa NU masih sedikit dan muncul kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan mengalahkan eksistensi IPNU.
Pada 1-5 Januari 1957 terjadi perdebatan hangat lagi tentang gagasan pembuatan wadah bagi mahasiswa NU dalam Muktamar IPNU ke-2 di Pekalongan. Gagasan mahasiswa NU mendirikan organuisasi sendiri kembali ditentang karena organisasi kemahasiswaan di tubuh NU hanya menjadi pesaing IPNU. Agar tidak terjadi perpecahan di tubuh kader NU, diambil langkah akomodatif dengan membentuk departemen perguruan tinggi (DPTIPNU) saat muktamar IPNU ke-3 di Cirebon dengan ketua DPT Ismail Makky (Mahasiswa senior fakultas syari’ah PTAI Yogyakarta).
Pada 14-16 April1960 dilaksanakan musyawaroh mahasiswa NU di sekolah Mu’amalat NU Wonokerto, Surabaya. Pesertanya perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Makasar, dan sejumlah perwakilan senat mahasiswa dari PT yang bernaung dibawah NU.
Musyawaroh mahasiswa NU membawa perdebatan panjang tentang nama organisasi. Mahasiswa Jakarta mengusulkan IMANU, Yogyakarta mngajukan nama Persatuan / Perhimpunan mahasiswa Ahlu Sunnah Wal Jama’ah atau perhimpunan mahasiswa sunni. Sedangkan Bandung dengan dukungan Surakarta mengusulkan PMII. Kemudian disepakati bersama dengan nama PMII. Namun, yang masih perdebatan adalah kepanjangan huruf “P” dalam PMII adalah Persatuan dan Perhimpunan. Kemudian memutuskan dengan kepanjangan “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia” (PMII).
“P”, “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia” sebagai bukti bahwa PMII bukan organisasi mahasiswa yang sekedar kumpul bareng (Himpunan), gerombolan grubyak-grubyuk yang tidak bermanfa’at. Himpunan atau Kumpulan adalah bentuk stagnasi (tidak dinamis) organ gerakan. “Pergerakan” merupakan cerminan mahasiswa yang selalu dinamis, progresif, setia berjuang demi perubahan, pemberontakan penindasan, dan ketidakadilan.

INDEPENDENSI PMII
Sebagai organ ekstra yang menyuarakan nilai idealisme merupakan keniscayaan PMII untuk independen, terlepas dari organisasi apapun. Karena gerakan adalah kemandirian dalam bersikap dan bertindak, tidak pro kekuasaan, dimana sebelumnya PMII masih menginduk di Partai NU. Kedekatan PMII dengan partai apapun sangat rawan konflik kepentingan, bahkan perpecahan yang menghancurkan nilai identitas kemahasiswaan di era orba.
Sehingga pada 14 Juli 1971 PMII merancangkan independen sebagai organ ekstra kemahasiswaan. Pernyataan itu diucap dalam musyawaroh besar (MUBES) PMII di Murnajati, Pandaan, Jawa Timur. Kemudian resmi PMII menyatakan independen dalam kongres V PMII 1973 di Cikota, Jawa Barat.langkah independen PMII sebagai langkah menciptakan iklim tertib dan aman demi perbaikan karena krisis moneter di era Soekarno. Independensi PMII ditempuh karena selama organ ekstra kemahasiswaan perhatiannya bnyak tercurah dan lelah tersita untuk mengurusi kepentingan politik parpol. Independensi untuk mengembalikan gerakan sosial kultural mahasiswa yang nyaris terabaikan. Juga sebagai upaya internalisasi dan sosialisasi asas ahlu sunnah wal jama’ah.
Walaupun PMII independen, namun tidak bisa dipisahkan dari NU. Karena secara ideologi yang ahlu sunnah wal jama’ah. Sehingga secara tegas, hubungan yang diambil PMII dengan NU adalah interdependensi (saling ketergantungan). Karena NU sekarang telah kembali sebagai jam’iyyah keagamaan bukan parpol lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar